
Sistem pencernaan pada hewan ruminansia merupakan proses yang kompleks dan melibatkan serangkaian mekanisme fisiologis serta aktivitas mikroorganisme yang hidup di dalam saluran pencernaan (Van Soest, 1994). Secara anatomi, sistem pencernaan ruminansia terdiri dari empat bagian utama, yaitu mulut, lambung (yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum), usus halus, serta organ pencernaan bagian belakang (Church, 1988). Pada tahap awal, proses pencernaan dimulai di mulut melalui aktivitas mekanis pengunyahan yang membantu meningkatkan luas permukaan partikel pakan, disertai dengan produksi saliva yang mengandung enzim serta berfungsi sebagai media fermentasi awal (McDonald et al., 2010).
Rumen dan retikulum membentuk bagian terbesar dari sistem lambung, dikenal sebagai retikulo-rumen, yang berfungsi sebagai pusat fermentasi mikrobiotik. Di dalam rongga ini, mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, dan fungi mengkatalisis degradasi bahan pakan berserat tinggi, terutama polisakarida kompleks seperti selulosa dan lignoselulosa, menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, seperti asam asetat, propionat, dan butirat, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi hewan (Hungate, 1966; Russell & Rychlik, 2001).
Selanjutnya, bahan pangan yang mengalami fermentasi kemudian bergerak ke omasum, yang berperan dalam penyerapan air dan nutrien, serta mengurangi volume pakan sebelum memasuki abomasum. Di bagian ini, proses pencernaan kimiawi berlangsung melalui enzim dan asam lambung yang memecah protein dan zat makanan lainnya, sehingga nutrisi dapat diserap oleh usus halus. Di dalam usus halus, proses absorpsi berlangsung secara optimal, memastikan pemanfaatan maksimal dari hasil fermentasi dan pencernaan kimiawi (McDonald et al., 2010).
Proses fermentatif ini memberikan keuntungan besar dalam memecah bahan berserat tinggi yang sulit dicerna secara langsung oleh enzim pencernaan hewan non-ruminansia (Jouany, 1991). Mikroorganisme di rumen mampu menggunakan bahan Non-Protein Nitrogen (NPN) seperti urea sebagai sumber nitrogen, yang kemudian diubah menjadi protein mikroba sesuai kebutuhan tubuh hewan. Hasil akhir dari proses ini adalah produksi energi dalam bentuk asam lemak volatil (VFA) yang sangat penting dalam metabolisme hewan (Hungate, 1966).
Sehingga, keberhasilan sistem pencernaan ruminansia sangat bergantung pada kualitas pakan, kondisi lingkungan di dalam saluran pencernaan, serta keseimbangan mikroorganisme mikroba rumen. Menurut McDonald et al (2010) peningkatan efisiensi pencernaan dan metabolisme ini sangat penting dalam mendukung produktivitas tinggi dari segi susu dan daging, sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumber daya pakan secara berkelanjutan.