Air Tercemar, Susu Terkontaminasi? Mengenal Risiko Kontaminasi Air dalam Peternakan Sapi Perah

Air adalah komponen esensial dalam operasional peternakan sapi perah. Sekitar 80% tubuh sapi terdiri dari air, dan seekor sapi perah dewasa membutuhkan antara 80–150 liter air bersih setiap hari tergantung pada suhu lingkungan, produksi susu, dan ukuran tubuh.Air merupakan  salah satu elemen krusial dalam keberlangsungan peternakan sapi perah. Bukan hanya untuk kebutuhan minum ternak, air juga digunakan dalam proses pembersihan kandang, peralatan pemerahan, hingga pendinginan susu. Tapi, bagaimana jika air yang digunakan ternyata tercemar?

Air yang tidak bersih atau terkontaminasi dapat menjadi sumber berbagai masalah serius dalam peternakan. Kandungan bakteri patogen, logam berat, atau bahan kimia dalam air berdampak buruk bagi  sapi. Sapi yang mengonsumsi air tercemar berisiko mengalami gangguan pencernaan, penurunan produksi susu, hingga infeksi saluran reproduksi.

Selain itu, kualitas air yang buruk dapat berdampak serius terhadap kesehatan sapi dan kualitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan data dari FAO (Food and Agriculture Organization), sekitar 60% kasus penurunan kualitas susu di negara berkembang disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan, salah satunya adalah air yang tidak layak.

Air yang digunakan di peternakan sapi perah harus memenuhi syarat sebagai air bersih dan layak konsumsi, baik untuk ternak maupun untuk keperluan sanitasi peralatan. Standar air baku minimal merujuk pada nilai ambang batas parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi, seperti:

-PH air ideal antara 6,5–8,5

-Total Dissolved Solids (TDS) < 1.000 mg/L

-Total Plate Count (TPC) < 500 CFU/mL

-Tidak mengandung logam berat seperti timbal, kadmium, arsenik

-Tidak mengandung mikroorganisme patogen seperti E. coli

Air yang tidak memenuhi standar tersebut sangat berisiko menurunkan imunitas sapi dan menimbulkan penyakit seperti mastitis, diare, hingga kerusakan organ dalam.

Kualitas air memengaruhi kinerja fisiologis sapi, termasuk dalam proses metabolisme dan produksi susu. Sapi yang minum air dengan kandungan kontaminan cenderung mengalami stres metabolik dan gangguan pada sistem pencernaan. Hal ini mengganggu proses pembentukan susu dan dapat menyebabkan susu mengandung cemaran biologis atau kimiawi.

Selain untuk konsumsi ternak, air juga digunakan untuk mencuci alat pemerahan, tangki susu, dan kandang. Jika air yang digunakan terkontaminasi, maka semua proses tersebut bisa jadi sumber kontaminasi silang. Beberapa risiko yang timbul dari penggunaan air tercemar meliputi:
– Kontaminasi mikrobiologis: Seperti bakteri E. coli, Salmonella, atau Campylobacter yang dapat menginfeksi sapi dan menurunkan imunitas serta produktivitasnya.
– Kandungan logam berat: Seperti timbal (Pb) dan arsenik (As) yang bisa terakumulasi dalam jaringan tubuh sapi dan berpindah ke susu.
– Senyawa kimia dan pestisida: Yang berasal dari aktivitas pertanian sekitar, dapat merusak organ dalam dan menyebabkan gangguan reproduksi.

Laporan dari International Dairy Federation (IDF) menyebutkan bahwa kontaminasi air dapat meningkatkan Total Plate Count (TPC) dalam susu hingga 10 kali lipat, melebihi ambang batas aman konsumsi manusia.

Solusi yang dapat dilakukan oleh peternak:
– Melakukan pengujian kualitas air secara rutin (minimal 1 kali setiap 3 bulan)
– Menggunakan sistem filtrasi dan desinfeksi air, terutama untuk air dari sumber terbuka
– Menjaga sanitasi peralatan dan area pemerahan agar tidak terkontaminasi ulang

Menjaga kualitas air bukan sekadar kewajiban teknis, tapi bagian penting dari komitmen peternak terhadap keamanan pangan dan kesehatan konsumen. Air yang bersih dan aman akan berdampak langsung pada produksi susu yang higienis, bernutrisi, dan layak konsumsi. Karena itu, setiap tetes air di peternakan harus dijaga sebaik mungkin, karena dari sanalah kualitas susu dimulai.